Jumat, 09 September 2011

Menengok Lelang Lukisan Sidharta

Krisisi ekonomi global yang dimulai September tahun lalu tidak menghentikan laju pasar seni rupa, termasuk di Indonesia. Para kolektor dan pialang lukisan tetap memburu karya-karya yang dianggap berkualitas dan berprospek cerah. Ahad (10/05) lalu Sidharta Auctioneer menggelar lelang lukisan bertajuk Indonesian Diversitity in Fine Art di Pakubuwono, Jakarta Selatan.

Amir Sidharta mengatakan periode booming pasar seni rupa Indonesia terjadi pada 2007 sampai 2008. Banyak lahir investor-kolektor baru yang membuat pasar meriah dan harga cenderung naik. “Setelah krisis finansial yang dimulai September lalu, harga lukisan rata-rata turun 30 persen, “ kata Amir, dalam katalog lelang.

Kali ini Sidharta Auctioneer melelang hampir 200 karya yang diproduksi mulai era 1960-an sampai 2009. Karya dari berbagai mazhab, termasuk seni lukis kaligrafi karya AD Pirous dilelang. Karya Affandi berjudul Self Potret (1966) adalah karya “berkelas atas” yang ikut dilelang. Karya ini diperoleh dari koleksi seorang diplomat Indonesia yang berteman baik dengan Affandi saat tinggal di Italia pada 1970-an.

Karya Djoko Pekik berjudul Menjelang Pentas (1998) yang menggambarkan dua perempuan mirip wayang sedang berkaca untuk mendandani wajahnya sebelum pentas di panggung. Cat hitam yang mendominasi kanvas karya ini dan teplok yang menyala di salah satu dudut memperlihatkan malam yang larut: malam yang menjadi sahabat kaum seniman pertunjukan tradisional untuk berkesenian. Karya yang mengangkat seni tradisional lainnya tampak pada karya Srihadi Soedarsono, Balinese Dancer (1994), Tari Serimpi (1991) karya Wardoyo dan karya Bagong Kussudiardja bertajuk Javanese Dancer. Krisis boleh terjadi, tapi lelang lukisan tetap harus jalan. n ANH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sponsor